Kenaikan harga Bahan bakar minyak (BBM)
bersubsidi benar-benar menjadi isu yang sangat panas akhir-akhir ini. Hampir
semua kalangan masyarakat membicarakan tentang isu yang cukup sensitif ini.
Mulai dari supir angkot, mahasiswa, ibu rumah tangga, pedagang hingga elit-elit
politik semua membicarakan isu kenaikan BBM bersubsidi,BBM = Bener-Bener Mabok.
Seluruh media massa dari media cetak
hingga media elektronik ataupun media online selalu memberitakan tentang isu
tersebut, dari perdebatan apakah harga BBM bersubsidi harus dinaikan atau tidak
sampai demonstrasi-demonstrasi diseluruh pelosok negeri menyerukan tentang
anti-kenaikan harga BBM bersubsidi karena akan berdampak pada harga-harga
lainnya terutama kebutuhan pokok.
Ya memang BBM adalah komoditas yang
sangat berpengaruh terhadap harga-harga lainnya terutama kebutuhan pokok,
mungkin diakibatkan karena semakin tinggi harga BBM maka biaya transportasi
akan membengkak yang mengharuskan para produsen dan pedagang menaikkan harga
agar tetap mendapatkan untung. Belum lagi dengan kenaikan biaya angkutan umum.
Kenaikan BBM memiliki efek domino yang sangat besar. Tidak dapat dipungkiri
namun disayangkan perjuangan-perjuangan untuk menentang kenaikan BBM ini selalu
berujung dengan kerusuhan dan bentrok dengan petugas keamanan Polisi dan
menjatuhkan banyak korban.
Media massa memiliki peranan penting
dalam mengangkat isu kenaikan BBM tersebut. Ekploitasi yang sangat luar biasa
terhadap isu ini tentu sangat berpengaruh terhadap pola pikir masyarakat
Indonesia dewasa ini. Media massa dan pekerja warta berita selalu mengangkat
isu tersebut karena sudah menjadi tugas mereka untuk menyajikan berita
teraktual dan berdasarkan fakta, namun menurut penulis ada yang terlupakan.
Apakah itu?
Pemberitaan isu kenaikan BBM menurut
pendapat penulis terlampau berlebihan. Mengapa penulis berpendapat seperti itu?
ya para pekerja warta berita tentu bertujuan mulia untuk memberitakan
berita-berita yang terpercaya kepada masyarakat akan tetapi dengan pemberitaan
isu kenaikan BBM yang berlebihan melupakan permasalahan lain yang cukup besar.
Bersangkutan dengan moral bangsa yang sedang bobrok ini yaitu pemberitaan KORUPSI
Mungkin para pembaca masih ingat
bagaimana beberapa bulan lalu atau tepatnya diakhir tahun dimana mulai
ekploitasi pemberitaan tentang korupsi dimulai dari wisma atlet, BLBI dan
travel check pemilihan Deputi Gubernur Bank Indonesia yang merugikan negara
puluhan hingga ratusan miliyar rupiah. Ya para terdakwa satu persatu mulai
ditangkap dan disidangkan. Ditambah lagi jangan lupa bagaimana kisah Gayus sang
penyeleweng pajak yang dapat melenggang pergi kemana-mana atau ditangkapnya
"Gayus" lain yaitu terdakswa DW.
Menurut pendapat penulis kasus Korupsi
jauh lebih penting mengapa? karena tidak dapat dipungkiri lebih dari 50 % APBN
kita berasal dari pajak dan transparansi tentang APBN kita kurang baik. APBN
yang seharusnya digunakan sebagai alat untuk menyejahterakan rakyat malah
diselewengkan. Bahkan belum masuk kas negara pun sudah diselewengkan oleh para
petugas pajak. Bukan mau menyudutkan salah satu media massa tapi pembaca pun
pasti sudah mengetahui bahwa ada beberapa stasiun televisi dan media online
(penulis tidak mau menyebutkan takut disangka menyebarkan fitnah dan dituntut
karena pencemaran nama baik dengan UU IT) adalah milik salah satu penunggak
pajak terbesar dan pimpinan partai politik besar di Indonesia.
Jangan sampai pemberitaan perjuangan
untuk menolak kenaikan BBM bersubsidi tersebut dijadikan tameng atau pengalihan
isu tentang isu-isu yang lebih penting dan kronis yaitu KORUPSI
dan PENYELEWENGAN PAJAK.
Jika BBM tidak dinaikan menurut Pemerintah APBN kita akan jebol dan perekonomian
bangsa tidak akan maju tetapi bukankah jika korupsi tidak diberantas dan
transparansi pendapatan pajak untuk APBN kita tidak dilakukan APBN kita lebih
akan jebol? semoga menjadi perhatian bagi para aktifis khususnya yang
anti-Korupsi dan para pejabat, elit-elit politik serta Petugas yang ditugaskan
untuk memberantas hal tersebut
NEGARA LEBIH SEJAHTARA TANPA ADA PARA "TIKUS-TIKUS
BERDASI"
HIDUP MAHASISWA
(Penulis adalah seorang mahasiswa di
PTN dan semua dalam tulisan ini adalah pendapat pribadi penulis tanpa ada
intervensi dari pihak manapun)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar